Anak tunggal ini gigih luar biasa memperjuangkan pendidikannya. Dari SMP, orang tuanya di Aur Badidik Jorong Langgam Kinali Pasaman Barat sudah merasa berkecil hati untuk menyekolahkannya. Tidak begitu memberi iming-iming harapan kalau gadis manis yang bernama lengkap Yetti Sumarni ini bisa melanjutkan sekolah. Maklum, ayahnya, Syafril (55), hanyalah seorang tukang ojek, sementara ibu, Nurbaya (41), cuma ibu rumah tangga biasa.
Beruntung, karena cerdas dia lulus menjadi salah satu siswa di SMA Negeri unggulan di Pasaman. Dengan tanggungan biaya hidup dan asrama serta biaya sekolah yang tidak begitu besar. Dia mendapatkan fasilitas itu hingga tiga tahun, plus pula beasiswa untuk bimbel SNMPTN.
"Waktu itu ibu bilang, sudah nak ndak usah terlau banyak berharap. Tapi saya jawab, izinkan saya ke Padang saja Bu. Saya mau lihat Padang saja," kenangnya.
Jawabannya itu tentu membuat haru sang bunda. Sampai akhirnya ayah dan ibunya mengizinkan. Kisah berangkat ke Padang untuk Bimbel juga tak kalah menyedihkan. Dia harus menyusul rombongan sekolahnya yang sudah lebih dulu pergi, dia ditinggal rombongan. Dengan berlinangan air mata dia nekad naik bus jurusan Padang. Tanpa diketahui sang orang tua. Menuju kota yang sekalipun belum pernah ditapaknya.
Orang yang dikenalnya di dalam bus ternyata berbaik hati mengantarkannya ke tempat bimbel yang dimaksud. Saat bimbel itulah tekadnya kian membaja. "Saya yakin Allah Maha Kaya, untuk orang yang gigih dan senantiasa berdoa Allah tak akan pelit," katanya.
Ketika berjalan di salah satu kampus negeri di Padang. Dia menitikkan air mata dan berdoa, "Ya Allah, izinkan hamba menjadi salah satu di antara mahasiswa di kampus ini."
"Dan saya membuktikannya, saya lulus," kata Mahasiswa Angkatan 2010 Universitas Negeri Padang ini.
Sampai saat pengumuman kelulusan SNMPTN dia masih belum mendapatkan bayangan dari mana ia akan mendapatkan uang masuk kuliah. Karena orangtua memang tidak ada peluang untuk membiayainya, menyampaikan cita-citanya.
Dia harus berusaha sendiri. Sampai akhirnya mendapatkan informasi melalui sms dari salah satu temannya kalau salah satu koran harian di Padang mungkin bisa membantu. Dia datang seorang diri dengan diberani-beranikan. Tak ada malu, yang ada hanya rasa ingin kuliah. Ingin sekali kuliah.
Ah, ternyata asanya bersambut, jalannya datang ke media cetak akhirnya menuntunnya menemukan donatur biaya awal kuliahnya termasuk orang tua asuh. Tiga bulan dia bersama orang tua asuh. Namun tahun-tahun berikutnya dilalui Yetti dengan bekerja sendiri. Profesi sales atau SPG di berbagai tempat menjadi kesehariannya sambil kuliah.
"Alhamdulillah sudah dua tahun saya melalui masa kuliah dengan sambil kerja. Yang selalu saya tanamkan adalah Allah Maha Kaya, akan selalu ada rezeki bagi yang berusaha," ujarnya mantap.
Selain kedua orang tuanya, ada dua adik lagi yang menjadi motivasinya. "Saya ingin menyekolahkan mereka tinggi-tinggi," katanya berkaca mengingat Azwar Anas dan Ronal Andreas, adik-adinya di kampung. Dia ingin jadi dosen. Selesai S1 ini, dia mau S2.
Yetti merupakan salah satu dari 11 mahasiswa kurang mampu namun gigih yang mendapatkan beasiswa etos Dompet Dhuafa Singgalang selama satu tahun. Beasiswa sebesar Rp1.250.000 itu diberikan dua tahap, persemester. Dana merupakan dana pendidikan dari para donatur Dompet Dhuafa Singgalang. Selain 11 mahasiswa perguruan tinggi, Dompet Dhuafa Singgalang sudah menjaring 20 anak dhuafa tingkat MAN/SMA untuk beasiswa selama satu tahun pula.
Program beasiswa Dompet Dhuafa Singgalang ini mulai berjalan bulan Juni ini. Mari turut salurkan donasi kita untuk pendidikan anak dhuafa melalui Dompet Dhuafa Singgalang.
[sumbaronline.com]
0 Response to "Bekerja Sambil Kuliah, Jadi Sales tak Masalah"
Post a Comment